Selain teknologi, kuliner menjadi industri yang bertahan cukup stabil di tengah pandemi COVID-19. Goncangan yang dihasilkan wabah ini memang sangat serius, bahkan sampai melumpuhkan banyak sektor yang biasanya menghasilkan untung besar.
Walau tak mengalami dampak yang parah, para pelaku industri kuliner harus memutar otak agar mereka dapat menjalankan bisnis di saat-saat tak menentu. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang bangkrut karena tak menemukan strategi yang pas untuk bertahan. Sementara sisanya berupaya beradaptasi dengan penerapan aturan di fase new normal.
Lantas apa saja tren dan perubahan yang lahir di industri kuliner pada fase tersebut?
1. Naiknya permintaan bahan baku segar siap masak
Konsumen lebih berhati-hati saat hendak membeli bahan baku, apalagi mereka tak bisa berkunjung ke pasar tradisional atau minimarket seperti biasa. Mereka akhirnya memilih memesan bahan-bahan baku segar siap masak secara online alih-alih makanan matang. Kesempatan ini yang dijadikan peluang supplier untuk menyediakan produk yang dibutuhkan.
Naiknya permintaan bahan baku segar juga tak terlepas dari kesadaran konsumen untuk beralih ke gaya hidup sehat. Mereka memilih mengolah sendiri hidangan sehari-hari dari resep yang diperoleh secara online atau hasil kreasi sendiri. Bukan hanya lebih higienis, tren ini lebih jemat dari segi pengeluaran.
2. Prioritas keamanan karyawan, pelanggan, dan tempat makan
Para karyawan yang bekerja di industri kuliner merupakan salah satu kelompok yang berada di garda terdepan dalam menghadapi COVID-19. Pasalnya mereka harus berinteraksi dengan pelanggan, sementara pegawai dari sektor lain dapat bekerja dari rumah. Oleh karena itu pengelola di tempat makan seperti restoran dan kafe harus memperhatikan prioritas keamanan mereka.
Selain menyiapkan perlengkapan standar untuk melindungi mereka dari penyebaran virus, pengelola dapat memberikan reward seperti cuti. Bonus saat bisnis stabil atau mengalami peningkatan adalah bentuk lain yang akan membuat mereka merasa dihargai. Pantau dan jaga juga kebersihan di dapur agar kualitas makanan tetap terjaga.
3. Bertambahnya konsumsi makanan sehat berbahan sayur
Sejumlah informasi mengatakan bahwa hewan-hewan liar menjadi salah satu sumber utama penyebaran virus Corona. Hal tersebut rupanya menurunkan konsumsi daging secara signifikan di Tiongkok sebagai pusat utama merebaknya wabah COVID-19. Konsumen pun lantas mencari bahan yang lebih aman, dalam hal ini adalah sayur-mayur.
Bukan hanya murah, sayuran juga bisa diolah menjadi macam-macam hidangan yang tidak kalah enak dari makanan berbahan daging. Menyadari hal tersebut, sejumlah pelaku bisnis, terutama mereka yang sudah lama menjual sayuran melalui aplikasi, menambah stok produk sehat dan segar untuk memenuhi permintaan yang terus bertambah.
4. Layanan food delivery yang terus dioptimalkan
Selanjutnya, ada layanan antar pesan makanan atau food delivery yang menjadi pilihan konsumen yang ingin menikmati menu restoran. Jasa ini sebenarnya sudah mengalami peningkatan pemakaian berkat kerja sama antara pihak pengelola tempat makan dengan start-up transportasi online. Maka dari itu peralihan dengan pemakaian teknologi di industri tak terlalu sulit dilakukan.
Di sisi lain, pengelola tempat makan maupun start-up tetap perlu meningkatkan kualitas pelayanan mereka selama masa pandemi berlangsung. Misalnya dengan menerapkan protokol kesehatan pada pengemasan makanan maupun driver yang hendak mengantarkan pesanan. Buat juga fitur-fitur praktis pada aplikasi yang akan memudahkan pemesanan maupun transaksi.
5. Peningkatan penjualan dessert maupun comfort food lain
Memburuknya keadaan ekonomi akibat wabah COVID-19 tak dinyana membuat orang-orang lebih stres. Dampak tersebut secara tak langsung mengubah pilihan jenis makanan yang ingin disantap. Mereka cenderung memilih jenis makanan yang mampu menghibur diri seperti dessert atau comfort food yang mencakup snack, cokelat batangan, dan es krim.
Disitat dari Kantar, ada peningkatan penjualan es krim sebanyak 30% pada pekan awal Imlek 2020 dibandingkan tahun sebelumnya di Tiongkok. Makanan ringan pun mengalami hal yang sama dengan persentase mencapai 17%. Naiknya permintaan terhadap comfort food maupun dessert adalah peluang menjanjikan bagi pelaku industri kuliner yang ingin mempertahankan bisnisnya.
6. Jangan abaikan situasi, respons, dan kebutuhan konsumen
Perubahan drastis yang diakibatkan COVID-19 membuat orang-orang yang bergelut di industri kuliner untuk berinovasi. Kendati Anda harus berjuang, pastikan untuk tetap memantau situasi yang sedang dihadapi konsumen. Jangan sampai hasil kreasi yang sudah dikembangkan ternyata tak memenuhi kebutuhan mereka atau bukan solusi yang dicari.
Jika Anda belum menemukan ide yang pas, manfaatkan menu-menu yang masuk daftar best seller untuk memudahkan pekerjaan staf dapur. Aktifkan interaksi dengan konsumen di media sosial karena pemakaian platform tersebut ikut melonjak selama pandemi. Siapa tahu dari sana akan ada gagasan-gagasan potensial yang bisa diolah jadi menu baru.
7. Maksimalkan kebersihan produk dan tempat kerja
Kebersihan menjadi aspek utama yang harus diprioritaskan semua pihak, tak terkecuali pebisnis di industri kuliner. Karena konsumen semakin berhati-hati saat memesan, pengelola tempat makan harus mampu menjaga kepercayaan dengan memastikan setiap bahan baku atau makanan matang aman dari risiko penularan penyakit.
Mengikuti protokol kesehatan dari WHO adalah langkah mudah yang dapat dipraktikan. Bersihkan permukaan benda maupun ruangan tertentu dengan disinfektan untuk memutus perkembangan virus dan bakteri lain. Akan lebih bagus kalau pengelola melakukan pembersihan berkala menggunakan disinfektan untuk memperoleh hasil lebih maksimal.
Demikian tujuh tren dan perubahan dalam industri kuliner sepanjang fase new normal.
Butuh Disinfektan Ampuh? Gunakan F-29 RTU – Klik Disini Untuk Info.